Archive for October, 2012

Integritas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “integritas” berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Di dalam pengertian tersebut, harus digarisbawahi adanya pernyataan “kesatuan yang utuh”. Hal ini bisa dikaitkan dengan ilmu matematika yang dikenal dengan integral. Hitung integral mensyaratkan suatu perhitungan matematika yang memuat seluruh nilai yang terdapat dalam suatu batas interval penghitungan yang ditetapkan dan umumnya digambarkan dalam sebuah grafik. Bila hitung integral dilakukan dengan benar maka hasil yang ditunjukkan pasti benar dan dapat digunakan untuk melakukan perhitungan matematika selanjutnya.

Kesatuan yang utuh menjadi kunci penting dalam memahami makna integritas. Hal yang kecil akan sangat mempengaruhi kesatuan yang utuh tersebut. Oleh karena itu, pendidikan dan pemahaman integritas harus menjadi agenda besar banyak pihak dalam melakukan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Integritas merupakan kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Integritas harus menjadi faktor pengali bernilai nol dan satu dalam melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai umat manusia. Nol berarti kurang atau bahkan tidak memiliki integritas, sementara satu berarti memiliki integritas.

Karena begitu luasnya makna integritas ini, tentu tidak gampang menilai seseorang apakah berintegritas, kurang berintegritas atau tidak berintegritas. Untuk dapat melakukan penilaian tersebut, Andrian Gostik & Dana Telford merumuskan 10 (sepuluh) karakteristik yang mencirikan integritas tersebut, yaitu :

  1. Menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting.
  2. Menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat hal yang abu-abu).
  3. Bertanggung jawab.
  4. Menciptakan budaya kepercayaan.
  5. Menepati janji.
  6. Peduli melakukan kebaikan yang lebih besar.
  7. Jujur dan rendah hati.
  8. Bertindak bagaikan tengah diawasi.
  9. Berada di antara orang-orang yang berintegritas.
  10. Konsisten.

Kebijakan Publik

Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin, 2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:

  1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Dalam kebijakan publik, hal ini dapat dilihat sebagai sebuah undang-undang.
  2. Kebijakan pelaksanaan, yaitu kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, dilihat sebagai peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
  3. Kebijakan teknis, yaitu kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Kebijakan Publik adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7). Secara umum, kebijakan publik dapat dipahami sebagai hukum dan peraturan yang bila tidak ditaati akan memiliki konsekuensi bagi diri sendiri maupun orang lain dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan publik. Di samping itu, kebijakan publik juga mencakup kepentingan yang luas sehingga memiliki fungsi yang strategis.

Sementara, kebijakan publik dapat dibedakan menjadi 3 bentuk : tertulis (undang-undang, perda, dsb.), ucapan pejabat publik (pidato, pengarahan, wawancara),dan perilaku pejabat publik.

Dalam sebuah kebijakan publik, yang menjadi perhatian utama adalah kepentingan publik dibandingkan kepentingan pribadi maupun kelompok. Namun, dalam perumusan dan penyusunannya dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok yang diberi tanggung jawab melaksanakannya. Dengan kata lain, publik jarang sekali atau bahkan tidak ikut dalam melakukan perumusan dan penyusunan kebijakan publik. Kenyataan ini menyisakan ruang pertanyaan yang besar untuk menguji akuntabilitas dari produk kebijakan publik tersebut, apakah memihak kepentingan publik atau hanya mengakomodasi kepentingan pribadi maupun kelompok.

Pembuatan maupun penyusunan kebijakan publik harus didasarkan pada perilaku publik. Perilaku yang dimaksud adalah fenomena maupun kecenderungan yang terjadi pada masyarakat dimana belum diatur dalam suatu peraturan yang tertulis. Sebagai contoh, disahkannya Undang-Undang 15 Tahun 2003 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menggantikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002. Kebijakan itu diambil berdasarkan fenomena terorisme yang terjadi dan sangat meresahkan masyarakat khususnya saat peledakan bom di Bali akhir 2002 yang menewaskan ratusan orang termasuk wisatawan asing. Dengan adanya kebijakan ini, negara menyatakan perang terhadap tindakan terorisme sekaligus melindungi warganya.

Kebijakan yang diambil pada contoh di atas dinilai sebagai kebijakan yang cepat dan tanggap terhadap kepentingan publik. Di lain pihak, tidak semua kebijakan publik bisa dibuat secara cepat dan tepat. Fenomena ini menjadikan pembuatan kebijakan publik merupakan sebuah proses yang kompleks. Oleh karena itu, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Untuk mempermudah hal tersebut dilakukan pemodelan dalam kebijakan publik. Pemodelan dalam kebijakan publik didefinisikan sebagai simplifikasi permasalahan melalui parameter maupun aspek-aspek yang dipilih untuk sebuah tujuan tertentu. Karakteristik dari model yang dihasilkan harus :

–          Sederhana dan jelas (clear)

–          Tepat (precise)

–          Dapat dikomunikasikan (communicable)

–          Dapat diatur agar lebih baik (manageable)

–          Menjelaskan konsekuensi (consequences)

Ada berbagai macam model dalam kebijakan publik, yaitu :

1. Model Institusional

Model ini umumnya dilakukan oleh instansi maupun perangkat negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif.

2. Model Elit-Massa

Model kebijakan ini didominasi oleh elit pada tingkatan atas yang membawahi lebih banyak massa di bagian bawahnya.

3. Model Inkremental

Model kebijakan yang melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah ada dengan melakukan sedikit modifikasi akibat adanya keterbatasan.

4. Model Kelompok

Model kebijakan yang dipengaruhi oleh beberapa orang yang tergabung dalam sebuah kelompok tertentu.

5. Model Sistem

Model kebijakan yang melakukan pendekatan melalui tiga pendekatan utama, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output).

6. Model Rasional

Model kebijakan yang menggunakan asas rasionalitas dalam mengakomodasi kepentingan publik.

7. Model Proses

Model kebijakan yang mengidentifikasi hal-hal yang dekat dengan sebuah proses perumusan kebijakan.

8.  Model Pilihan Publik

Model kebijakan yang didasarkan pada opini yang berkembang di publik.

Setiap model memiliki perbedaan fokus dan aspek yang berperan dalam menentukan kebijakan publik. Oleh sebab itu, kajian yang mendalam dan mimbar-mimbar diskusi harus menjadi faktor pendukung dalam pemilihan model kebijakan.

Aspek Integritas Dalam Kebijakan Publik

Integritas sebagai kesatuan yang utuh harus menjadi prasyarat dalam perumusan, pembuatan dan bahkan pelaksanaan kebijakan publik. Keberadaan orang-orang tertentu sebagai pemegang andil dalam perumusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus memperhatikan hal ini. Ibarat masakan sayur, integritas adalah garam yang menjadi rasa sehingga membuat sayur tersebut dapat dinikmati. Ketiadaan garam menyebabkan kehambaran.

Namun, dalam kenyataannya tidak semua pihak dapat memahami pentingnya integritas dalam kebijakan publik. Faktor yang mempengaruhi dalam kebijakan publik saat ini masih didominasi oleh kepentingan. Kepentingan yang sama mempengaruhi produk kebijakan yang dihasilkan, sehingga hanya mengakomodasi kesejahteraan bagi segelintir orang. Hal ini menambah tugas dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan kebijakan tersebut.

Akan sangat berbeda bila integritas menjadi dasar utama dalam kebijakan publik. Keberadaan integritas harus hadir dalam setiap tingkatan kebijakan, pemilihan model pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Dengan adanya aspek integritas, dapat memperingan tugas pengawasan dalam perumusan, pembuatan, dan pelaksanaan kebijakan publik.

Akhirnya, penjelasan di atas harus kita sinergikan dengan cita-cita pendiri bangsa Indonesia yang telah memikirkannya dulu.

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” (kutipan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).

Ide luhur yang tercantum di atas telah menjadi sebuah rumusan akan pentingnya integritas dalam kebijakan publik. Rumusan Pancasila sangat superior sebagai dasar pengelolaan kebijakan publik (…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…). Sudah saatnya bangsa ini bangkit dan kembali menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara ini.

Hiduplah Indonesia Raya!!!

 

Oleh : Niko Saripson P Simamora

Harmoni Jiwa

Posted: October 1, 2012 in puisi
Tags: , ,

Banyak arus menyeret raga

Tak tahu hendak ke mana

Kuat begitu kuat menerpa

Hanyut sebegitu rupa

 

Banyak jalan menyimpang mata

Tak tahu hendak ke mana

Bercabang  sejumlah laksa

Berhenti memilih yang utama

 

Banyak rasa menghirup udara

Tak tahu mengindra apa

Berkoloni tak tahu bahaya

Menghela sekuat tenaga

 

Mengarung dengan jiwa

Melangkah dengan jiwa

Melayang dengan jiwa

Harmoni dalam jiwa

 

Jiwa milik Sang Kuasa

Bukan kita yang empunya

Mengapa harus ganggu rasa

Hanya percaya

 

Bandung, 1 Oktober 2012, 16.35

Niko Saripson P Simamora