Archive for July, 2011

-Cerita Tak Lengkap-

Posted: July 2, 2011 in otak atik otak
Tags: ,

……

Siang itu, seorang anak laki-laki dengan usia belasan tahun, kurang lebih seumuran anak SMP tiba-tiba menangis sambil berteriak-teriak dengan bahasa setempat. Kapten kapal alias tekong (sebutan oleh penduduk setempat) yang biasa menemaniku mengartikannya, “..Dia bukan bapakku..” diikuti sebuah pertanyaan retoris “kalau dia bilang begitu, dari mana dia datang?”. Pernyataan itu  memuat simpul di bibir.

Sementara si Bapak pergi ditemani istrinya dengan sebuah kapal berukuran sedang bermesin cepat dua unit dengan merk Yamaha yang semakin melaju seiring tarikan gas yang dipacu mengejar waktu untuk mengikuti kegiatan di kecamatan, si anak kembali ke rumah sambil terus menangis dan teriak sesuka hatinya, bahkan meninju-ninju dinding kamarnya yang terbuat dari papan hingga figura foto yang terpajang di situ jatuh dan pecah. Hal itu memicu emosi si kakak sehingga secara emosional membentak,” Sekali lagi saya bilang, diam!” dan si adik perempuan mengumpulkan pecahan kaca figura.

Tekong bergumam, “Sudah biarkan saja, nanti juga capek sendiri”. Dan memang benar, tidak berapa lama, tangisan berhenti dan suasana berubah seketika ketika si anak keluar dari kamar, menyalakan mesin di belakang rumah yang biasa digunakan sebagai sumber listrik di rumah itu. Dia lalu menyalakan televisi, memutar lagu India dengan sebuah pemutar DVD yang seketika mengingatkan kepada seorang sahabat yang juga tahu lagu-lagu tersebut. Suasana berubah menjadi riuh ramai dan mengundang anak-anak muda dari banyak kapal yang bersandar di sekitar dermaga untuk turut menyaksikan hiburan di sela-sela badai seharian yang menghambat kegiatan menangkap ikan.

Hal itu melatarbelakangi kegiatan dua orang lelaki berbeda usia, layaknya seorang anak dan bapak, yang saat itu sedang sibuk menjaga seperangkat alat penentuan posisi berbasis satelit di dekat rumah Pak Keplor, sebutan untuk Kepala Dusun di daerah itu, yang merupakan salah satu pulau kecil dari banyaknya gugusan pulau di sekitar sebuah pulau yang disebut sebagai Pulau Mansalar atau oleh penduduk setempat disebut sebagai Pulau Mursala.”

……

Cerita yang kurang lengkap di atas akan saya potong lagi sehingga semakin tidak lengkap. Saya mengajak orang-orang yang mau mampir ataupun saya paksa mampir di sini untuk memfokuskan kepada bagian di mana si anak menangis sambil berteriak ketika ditinggalkan ayah dan ibunya. Akan ada banyak interpretasi terhadap sepotong kejadian ini.

Berdasarkan hasil olah otak, saya mengimajinasikan akan dekatnya hubungan si anak terhadap orangtuanya sehingga ketika ia ditinggalkan, ia belum terbiasa dan timbullah gejolak di dalam jiwanya. Dia ingin selalu bersama orangtuanya. Mari berkontemplasi sejenak! Bayangkan bila Bapa meninggalkan kita, adakah kita menangis dan berteriak seperti anak laki-laki itu, atau malah kejadiannya terbalik, kita yang sering meninggalkan Bapa sehingga Bapa menangis bahkan berteriak, “Hai, AnakKu, berbaliklah kepadaKu! Rasakan KasihKu dan Lakukan KehendakKu”.

Lalu, bayangkan sebuah keadaan ketika seorang Anak Allah berteriak ,“Eli, Eli, lama sabakhtani!”. Betapa gejolak itu sangat menyakitkan, namun Bapa tahu yang terbaik untuk anakNya. Bapa tahu segalanya! Sekali lagi, Bapa tahu segalanya! Bahkan sehelai rambut yang jatuh Ia peduli, lalu apa? Sudah selayaknya kita menyerahkan segala hidup kita kepadaNya.

Tapian Nauli, 2 Juli 2011, 21.45

Niko Saripson P Simamora