Archive for February, 2011

“Indonesia adalah negara agraris”, jargon ini kemungkinan sudah sering terngiang-ngiang di telinga kita. Saya sendiri mengenal ungkapan ini ketika masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, di saat mana anak mulai dianggap sudah mahir membaca dan bisa disusupi pelajaran tentang pengetahuan umum atau dulu dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial. Memandang hal tersebut, dapat kita anggap bahwa komoditas utama bangsa ini adalah agraria atau pertanian.

Bahwa sesungguhnya, komoditas bisa diartikan sebagai barang dagangan utama, sehingga penambahan  kata utama dapat dianggap sesuatu yang berlebihan atau merupakan sesuatu yang dianggap sangat utama. Saya tidak cukup mengerti dengan hal ini, mungkin ada proses gramatikal yang menjadikannya seperti , biarlah menjadi domain ahli tata bahasa. Yang terpenting adalah kita bisa mengerti maknanya.

Nah, mari kita kembali ke pembahasan tentang agraria. Pembahasan ini pun sekaligus mengajak kita untuk menutup mata sekejap tentang kenyataan bahwa negeri ini juga memiliki kekayaan alam laut yang besar. Mari kita pusatkan perhatian terhadap tanah yang subur, iklim yang baik, dan sumber daya manusia yang banyak. Dengan memandang kekuatan ini, adalah wajar bila negeri ini seharusnya adalah produsen bahan pangan dan hasil pertanian lainnya.

Namun, kenyataannya tidak sepenuhnya seperti itu. Kita dengan sadar penuh menjadi pengimpor beras, gula, dan bahan pangan lainnya. Malukah kita dengan fakta ini? Seharusnya! Kalau malu, kenapa tidak berusaha memperbaikinya? “Kan ada pemerintah”,”Itu kan urusan petani”,”Teknologi kita kan terbatas”, mungkin menjadi sebagian jawaban yang bisa timbul. Semua itu sah-sah saja akibat banyaknya kepala-kepala pemikir di negeri ini. Begitupun saya sendiri, yang sampai saat ini hanya ikut-ikut berpikir tentang ini. Dengan berpikir, saya menganggap sebagai sebuah kontribusi untuk turut membantu membangun reruntuhan ini, walaupun bisa saja menjadi boomerang yang menyerang saya. Ini tantangannya.

Apa yang saya pikirkan? Menurut saya, apa yang bisa membangkitkan kembali agraria ini adalah mendorong kembali masyarakat tani untuk lebih bersemangat melakukan praktik pertanian. Ini bisa dianggap sebagai ide utamanya yang kemudian bisa diturunkan menjadi banyak hal, seperti : penggunaan teknologi, transaksi penjualan yang jelas, distribusi yang lancar, dan masih banyak lagi. Siapa yang bisa melakukannya? Siapapun seharusnya bisa, tetapi dalam pikiran saya sedikit bergejolak dengan kecenderungan mengarahkan pandangan kepada rekan-rekan sesama anak bangsa yang saat ini menjajal pengetahuan tentang pertanian di kampus-kampus yang menyediakan menu kejuruan pertanian. Dengan bekal ilmu-ilmu teori, tentunya harus  dilengkapi dengan bumbu praktik, bisa menjadi kekuatan lebih untuk membangun pertanian dibandingkan yang lain. Terkesan idealis memang, tapi menurut saya masih dalam tataran yang bisa diterima dengan logika. Nah, masalahnya sekarang adalah individu masing-masing. Kita tidak bisa menutup mata akan kenyataan yang ada bahwa kebanyakan oknum-oknum jebolan sekolah pertanian justru menjajal bidang lain di luar pertanian itu sendiri. Kita lihat saja, betapa ramainya karyawan bank yang merupakan alumni sekolah pertanian tersebut, atau kasus lainnya dengan nada yang cukup sama. Betapa sayangnya pengetahuan tersebut, seolah menjadi sia-sia. Seandainya ilmu tersebut diterapkan pada lahan yang tepat, bukan tidak mungkin bisa meningkatkan kembali semangat untuk bertani, pemanfaatan teknologi yang tepat, peningkatan hasil produksi, dan banyak lagi hasil positif yang bisa ditimbulkan.

Hasil pemikiran ini, tidak bermaksud untuk memojokkan pihak tertentu, di lain sisi justru untuk membangun kesadaran masing-masing akan apa yang bisa disumbangkan untuk membangun negeri yang kita cintai ini. Salam Indonesia!!!

 

Niko Saripson P. Simamora

Bandung, 24 Februari 2011, 01:24

 

16 Februari 2011

Posted: February 16, 2011 in Uncategorized

 

Hari ini, aku sudah menginjak usia ke-22 tahun. Aku sungguh bersyukur untuk penyertaan Tuhan yang selalu cukup bagiku. Keadaan memang kelihatan biasa-biasa saja, tapi aku bisa merasakan bahwa segala sesuatunya adalah kasih karunia Tuhan. Aku sungguh bersyukur untuk segalanya. Begitu banyak harapan yang pernah terpikirkan, namun tidak banyak yang terwujud bahkan banyak hal yang mengecewakan. Di hari ini, aku kembali memohon ampun kepada Tuhan. Biarlah banyak hal yang telah kualami selama ini memberikanku pengertian bahwa segala sesuatunya hanya untuk kemuliaan Tuhan.

Di depanku, akan lebih banyak tantangan yang harus kuhadapi dan aku belum tahu itu. Aku hanya bisa memohon pertolongan Tuhan, biar kiranya pelitaNya yang menemaniku menyusuri jalan yang harus ku tempuh.

“Demikianlah aku mau memuji engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu”

– Mazmur 63 : 5 –

Niko Saripson P Simamora

 

Bumi yang satu-satunya ini

Posted: February 9, 2011 in otak atik otak

Segenap penghuni bumi ini, kemungkinan besar mengakui bahwa tempat yang kita injak saat ini adalah akibat pekerjaan tangan Pribadi Yang Mahakuasa. Sejenak kita abaikan pendapat segelintir orang yang mengungkap teori-teori terjadinya bumi dan segenap isinya yang menihilkan mahakarya Sang Maha pencipta. Terserah apa kata mereka, yang jelas masih lebih dominan orang yang mau mengakui adanya Tuhan dan kekuatanNya. Hal ini dapat membawa kita kepada sebuah pemikiran bahwa dengan adanya satu Pencipta maka boleh disimpulkan bahwa hanya ada satu sumber dari segala yang ada di bumi ini. Bumi yang satu-satunya ini.

Pemikiran di atas, menurut saya, merupakan sebuah ide luhur yang harus dipegang dan dihayati oleh segenap penghuni bumi ini. Tentu saja. Dengan memegang teguh ide tersebut, kita tahu harus berbuat apa selama ada di bumi ini, katakanlah salah satunya dengan saling mengasihi sesama ciptaan dan berbakti sepenuhnya untuk kemuliaan Sang Pencipta.

Namun, dalam kenyataan yang kita lihat dan rasakan, tidak sepenuhnya bisa seperti itu. Kita melihat dengan jelas bahwa sesama manusia dengan gampang saling membenci dan saling menjatuhkan. Fenomena ini menyiratkan bahwa ide luhur yang dijelaskan di atas telah mengalami distorsi, dengan kata lain, ide luhur tersebut didiferensialkan menjadi formula yang kurang tepat karena acuan penurunannya tidak sesuai dengan parameter Sang Pencipta. Apa yang menjadi penyebab semua ini? Sebut saja si iblis, yang senang menjatuhkan manusia ke dalam lumpur dosa. Persetan dengan si iblis!!!

Apakah banyak orang setuju dengan hal ini? Semoga saja. Karena apapun yang akan kita perbuat, bila sudah dicampuri oleh si iblis akan menjadi kekacauan. Lihat saja bagaimana agama yang pada awalnya dibangun untuk mengatur kehidupan manusia agar semakin teratur, eh malah sering menjadi pemicu timbulnya perpecahan. Apa yang menyebabkannya? Sesungguhnya bukan agamanya, tetapi ego yang timbul terhadap agama. Lagi-lagi, ego yang timbul ini harus kita sadari sebagai pekerjaan tangan si iblis. Kita lihat juga ketika aneka suku dan budaya yang seharusnya memperkaya kehidupan manusia juga memiliki nada yang sama dengan agama ketika sudah dihinggapi dengan ego, sehingga sama-sama memainkan  orkes kekacauan. Alamak!! Dan masih banyak kasus-kasus yang lain.

Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan selama masih bisa menginjak bumi yang satu-satunya ini? Pertanyaan ini seharusnya retoris karena menurut saya setiap oknum di muka bumi ini sesungguhnya memiliki hati nurani yang sama karena diciptakan oleh Pencipta yang sama. Tetapi kita harus menyadari bahwa kondisi bumi saat ini sudah sangat kacau balau, sehingga kita perlu mengekspresikan bagaimana cara untuk melawan arus kekacauan ini. Adalah penting memikirkan hal-hal yang besar dan luar biasa, namun paling penting adalah mulai bertindak dengan hal-hal yang paling sederhana. Dan jangan lupa, tetaplah memohon hikmat dan kekuatan dari Yang Mahakuasa agar segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan kehendakNya dan hanya untuk kemuliaanNya.

“Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin”

Niko Saripson P Simamora

Bandung, 9 Februari 2011

 

Tujuh hari menyangkal diri

Posted: February 2, 2011 in otak atik otak

Apa yang menjadi alasan saya memilih judul di atas bukan merupakan hal yang penting buat saya, bahkan bisa dianggap sebagai selintas pikiran yang timbul tatkala saya duduk terdiam di depan mesin tulis saya dengan jari-jari yang bergerak agak lincah untuk mengelaborasi sebuah proyeksi pikiran akan kerumitan kerja otak ini.

Saya bukan seorang yang pintar, cerdas, berwawasan luas, cakap mengajar, bisa orasi, jago nyanyi atau apapun yang baik-baik lainnya yang sangat dapat menjadi kekuatan untuk dapat menjalani hari-hari bersama orang-orang luar biasa yang seperti itu. Bukan, bukan, dan bukan. Saya masih banyak kekurangan, kelemahan atau kekurangcakapan. Jadi bagaimanapun penyajian tulisan ini, semoga orang yang membaca dapat meraih intisari yang bisa menjadi pelajaran bersama dan dapat didiskusikan lebih lanjut.

Saya memang menjadi salah satu mahasiswa yang sedang ditempuh di salah satu perguruan tinggi teknik terbaik (kata orang-orang) di negeri saya. Itu membuat saya sedikit bangga dengan diri saya, bahkan kadang-kadang berpeluang menjadi kesombongan walaupun hanya dalam candaan. Namun, setelah beberapa tahun ditempa, ada kekosongan yang saya rasakan.

Saya merasakan bahwa ilmu yang saya dapatkan di kelas terlalu tinggi sehingga cukup sulit untuk dikompilasikan ketika berhadapan dengan masyarakat awam. Saya juga merasakan bahwa kecenderungan pendidikan saat ini hanya untuk mendapat nilai dan mengejar pengembangan diri yang mengarah ke egoisme. Kemungkinan ini hanya perasaan saya saja, perasaan seorang mahasiswa yang medioker…Hahaha…* tertawa sendiri..

Akhirnya saya berpikir, berpikir, dan berpikir. Secara ajaib, saya melihat ada sebuah kesempatan untuk “turun ke masyarakat” bersama rekan-rekan mahasiswa dari kampus tetangga yang juga merupakan kampus favorit di negeri ini. Mereka adalah mahasiswa yang luar biasa menurut saya. Secara jujur, saya iri melihat mereka yang banyak dilatih untuk banyak berhubungan dengan masyarakat. Mantaplah pokoknya. Tanpa pikir panjang, saya menawarkan diri menjadi bagian dalam kegiatan mereka.

Hari pertama bergabung bersama mereka masih merupakan hari yang kurang nyaman, baru berkenalan dan masih merasa segan. Namun seiring berjalannya waktu, kehangatan pun timbul. Mereka cepat membuat kami beradaptasi. Dua jempol buat kalian, kawan-kawan!

Untuk informasi, kegiatan yang kami lakukan berlokasi di Kampung Garungsang, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Menuju daerah tersebut kurang lebih lima belas menit dengan kendaraan roda empat dari kawasan Sentul City. Jadi, sebelum tiba di lokasi, kita lebih dulu menikmat kompleks elit dengan ruko-ruko berarsitektur eropa. Memang ada perbedaan tingkat sosial yang besar di daerah itu. Berdasarkan rencana, kami akan di sana untuk tujuh hari ke depan.

Hari-hari kami lalui dengan melakukan kegiatan bersama. Renungan bersama di pagi hari, makan bersama dan melakukan program kegiatan bersama. Indahnya kebersamaan sehingga saya banyak belajar dari situ. Ya, di dalam kebersamaan ada transfer ilmu, kerja sama dan banyak hal yang positif. Saya banyak belajar dari kebersamaan ini. Orang yang punya kekurangan dibantu oleh orang yang punya kelebihan sehingga membuat orang yang punya kekurangan itu belajar lagi. Sangat indah hingga sulit saya uraikan dalam untaian kata-kata.

Sebegitu banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan dari kegiatan ini sehingga akhirnya saya menganggap sebagai sebuah penyangkalan diri. Saya harus bangun pagi-pagi dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk orang lain, bukan untuk kepentingan dan kesenangan sendiri. Siapakah saya ini, yang belum jadi apa-apa. Saya sempat berpikir bila orang-orang beruntung yang bisa duduk di kursi empuk kekuasaan di negeri ini beranjak dari kursinya dan terjun langsung ke masyarakat, kemungkinan kantor megah hanya menjadi tempat istirahat sekedar duduk minum. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Memang sangat susah untuk menyangkal diri, namun ini adalah perintah dan keharusan yang bisa membawa setiap orang ke dalam kebahagiaan yang sejati.

“Hanya dengan pertolongan Tuhan, kita dapat melakukan banyak hal.Amin”

Niko Saripson P Simamora

Bandung, 2 Februari 2011