Archive for August, 2012

 

Tidak terasa, umur kemerdekaan bangsa ini sudah mencapai usia ke-67. Kalau di lingkungan kepegawaian, usia ini sudah lama pensiun bahkan lebih dari satu dekade. Namun, dalam lingkungan pendidikan tinggi dengan gelar guru besar, usia ini masih dalam aktif hingga tiga tahun ke depan. Hal ini menurut saya adalah sebuah penghargaan atas jasa-jasa guru besar dan dirasakan masih perlu untuk tetap berbagi ilmu. Pertanyaannya sekarang, bangsa ini adalah bangsa yang sudah lama pensiun atau masih aktif karena dirasakan perlu? Entahlah. Jawaban pertanyaan ini adalah beban semua penghuni negeri ini tanpa terkecuali, namun sebagian besar mata akan mengarah kepada pemegang mandat rakyat saat ini.

Dalam pidatonya, Bung Karno mengibaratkan kemerdekaan sebagai sebuah “jembatan emas” dengan harapan ketika dengan bangga melewatinya, di seberangnya terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Sederhananya, ketika melewati “jembatan emas” tersebut, status bangsa ini sudah terangkat dari budak menjadi layaknya pembesar dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun, ada hal lain yang diingatkan Bung Karno, bahwa perjuangan melawan penjajah dengan segala pengalaman heroik tidak sebanding dengan perjuangan menjaga kemurnian emas si jembatan tersebut. Ibarat kata, perjuangan melawan orang lain sudah berakhir sedangkan perjuangan melawan diri sendiri tidak akan pernah berakhir.

Di tengah-tengah semangat kemerdekaan, tidak tertutup adanya kemungkinan penyalahgunaan. Ya, perjuangan melawan diri sendiri akan selalu menjadi perjuangan bangsa ini. Banyak orang tahu dan bahkan menyaksikan “jembatan emas” sedikit demi sedikit dibongkar dan diganti dengan imitasi, seolah-olah lumrah karena yang mengganti adalah bangsa sendiri dan tidak tertutup kemungkinan adalah segelintir orang yang awalnya hanya dititipkan mandat untuk mengurus operasional perawatan jembatan itu. Toh, “jembatan emas (imitasi)” itu masih berdiri dan dapat disaksikan keberadaannya.

Si guru besar memang akan pensiun, namun tidak untuk bangsa ini. Terlalu remeh bagi bangsa sebesar ini untuk disebut sebagai negara gagal. Terlalu bodoh negeri ini kalau harus menjadi korban kerakusan segelintir “tikus-tikus” haus kekuasaan. Saatnya merawat kembali “jembatan emas” semurni-murninya demi warisan kepada generasi di depan. Masa depan hanya butuh cerita, masa lalu yang merangkainya. Belum terlambat, mari merangkai cerita demi tatapan senyum di masa depan.

 

Bandung, 15 Agustus 2012, 12.55

Niko Saripson P Simamora

–menuju Indonesia merdeka ke-67

Akar Kasih Hati

Posted: August 7, 2012 in puisi
Tags: , , , ,

 

Tumbuh menembus tanah emosi

Tidak peduli gersang

Tidak peduli gembur

Tembusnya mencari hidup

 

Tumbuh menembus lahan logika

Menyiratkan kebolehjadian

Menyingkapkan ketidakpastian

Tembusnya menggairahkan kehidupan

 

Tumbuh menembus raga

Menusuk hingga ke jiwa

Menambah gairah sukma

Demi manisnya bunga

 

Akar kasih hati murni

Mencari mineral kalbu

Menambah manis rampainya

Hidup terasa bahagia

 

Niko Saripson P Simamora

Bandung, 7 Agustus 2012, 02.25