Archive for January, 2012

Keberhasilan pemerintah dan parlemen menghasilkan UU No. 14 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial merupakan kerja keras yang diharapkan berdampak baik dalam pengelolaan sumber daya negeri ini untuk menciptakan kemakmuran kepada masyarakat. Menurut UU tersebut, data geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. Hal ini tentu sangat identik dengan proses pembangunan bagi masyarakat banyak.

Proses pengambilan kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh data geografis dan demografis suatu wilayah. Pembangunan jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan, terminal, stasiun kereta api, pusat pasar tradisional, dan infrastruktur lainnya akan sangat dipengaruhi oleh geografi dan demografi daerah tersebut. Dengan adanya data geospasial, sudah mencakup geografi dan demografi sehingga sangat mendukung dalam proses pengambilan kebijakan tersebut.

Namun selama ini, ketersediaan data geospasial masih terbatas dan dikuasai oleh kalangan tertentu. Data-data geospasial tentang topografi darat, laut (hidrografi), lingkungan pesisir menjadi domain Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan juga Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad) dan Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, data geospasial kehutanan menjadi domain Kementerian Kehutanan, data geospasial pertanahan menjadi domain Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan data geospasial pertambangan menjadi domain Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sementara data-data geospasial di daerah menjadi domain Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).Data-data tersebut memang masih dapat diakses, namun sangat terbatas. Sementara data-data geospasial yang diperoleh dan dikelola oleh swasta tidak mudah diakses karena mahalnya pengadaan data-data tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa basis data geospasial Indonesia masih tersebar dan perlu dikelola secara komprehensif.

Keberadaan Badan Informasi Geospasial sebagai amanat UU Informasi Geospasial ini diharapkan dapat menjadi jawaban dalam membangun data geospasial yang komprehensif. Pembentukan struktur keorganisasiannya seharusnya tidak hanya menjadi jelmaan Bakosurtanal, lebih dari itu harus menjadi organisasi yang kompleks sehingga badan ini bisa menjadi “rumah data” bagi seluruh data geospasial yang ada. Bahkan lebih dari itu, badan ini pun harus menggaet badan usaha milik swasta yang berkecimpung dalam pengadaan data geospasial, sehingga terjadi koordinasi, integrasi dan sinkronisasi penyelenggaraan data geospasial untuk proses pembangunan terlebih dalam mewujudkan kemakmuran bagi rakyat. Sehingga kericuhan akibat penguasaan lahan, konversi hutan, batas daerah, batas negara, ganti rugi lahan untuk pembangunan jalan, dan masih banyak kericuhan lain akan dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan.

Hal ini tentunya merupakan tantangan berat di awal tahun 2012, namun bukan tidak mungkin untuk dilaksanakan. Kecakapan pemerintah dalam memimpin, membuat kebijakan, dan sosialisasi disertai dukungan dari pihak masyarakat baik pelaku usaha, maupun masyarakat biasa akan mampu mewujudkan hal ini.

Bangunlah jiwanya! Bangunlah raganya! Untuk Indonesia Raya!

(Sindo, 5 Januari 2012, rubrik Suara Mahasiswa dengan judul Urgensi Data Geospasial Yang Komprehensif)