Badan lemah itu terbaring lesu di atas tempat tidur rumah sakit milik pemerintah. Jarum infus melekat di tangannya, sementara selang oksigen terpasang melalui hidungnya. Matanya kerap terpejam sepanjang hari, hanya desahan suara yang sesekali terdengar dari mulutnya. Makanan pun diasup melalui selang yang terpasang di hidung. Cuma satu dua orang yang bergantian berada di dekatnya, sanak yang lain lebih memilih menunggu di sofa dekat pintu kamar mandi yang masih dalam satu ruangan. Ada juga beberapa orang , sepertinya pihak pemerintah, rekan kerja, dan sahabat yang datang sebentar untuk sekedar melihat dan berbincang sebentar dengan keluarga yang menjaga. Dokterpun terus mengontrol kondisi ditemani perawat untuk melihat perkembangan pasiennya.
Di luar, lebih banyak lagi orang yang menunggu, diantaranya beberapa wartawan media cetak maupun elektronik, beberapa polisi dan tentara, rekan kerja dan sahabat-sahabat. Semua berharap dan mendoakan yang keadaan yang cepat membaik. Sementara itu, pesawat televisi yang terpasang di beberapa sudut rumah sakit senantiasa menayangkan berita terkini, masing-masing stasiun televisi dengan berita yang kurang lebih sama.
Sebuah lapangan bola di salah satu desa bagian dari daerah kantong hujan itu seketika ramai. Bukan karena ada pertandingan, justru tak ada hubungannya dengan sepakbola. Ya, beberapa helikopter berjajar, sesekali bergantian terbang membawa beberapa regu penyelamat, wartawan, dan sukarelawan. Semuanya tampak sibuk tanpa mengenal lelah.
Beberapa ahli juga tampak sibuk ditanyai, dimintai pendapat dan analisis seusai kapasitas masing-masing. Kebanyakan mereka tidak menduga kejadian yang telah terjadi, sebagian lagi tidak mau mendahului untuk memberikan keterangan sebelum dilakukan investigasi.
Sejak misteri hilangnya pesawat udara buatan salah satu negara pecahan komunis itu, segenap warga yang mengetahuinya ikut bersimpati dan memanjatkan doa. Keberadaan pesawat ditemukan setelah satu hari penuh dilakukan pencarian dari udara menggunakan helikopter. Lokasi jatuhnya pesawat diketahui berada di lereng gunung yang terjal. Usaha evakuasi dilakukan dengan segala upaya.
Bapak yang terbaring itu siuman. Sanak keluarga segera mendekat sambil tersenyum. Orang-orang di luar seketika berkerumun mengintip dari kaca tembus pandang yang terdapat di pintu. Dokter seketika masuk ke ruangan, memeriksa kondisi dengan sedikit heran. Lalu keluar, berbincang-bincang dengan wartawan dan mempersilakan satu orang perwakilan dari wartawan untuk masuk ke ruangan dan mewawancarai bapak tersebut. Pak tua itu adalah sang penyintas dari kecelakaan pesawat udara yang menabrak gunung tersebut. Lima hari sejak kejadian, tim penyelamat menemukan Bapak tersebut berlindung di balik kursi pesawat.
Senyum simpul terlukis di bibirnya, hanya sedikit kata yang terucap, “Tidak selamanya joy flight berakhir dengan joy”.
Bandung, 12 Mei 2012 10:10
Niko Saripson P Simamora