Archive for May, 2013

Asa Sehasta Paksa Sedepa

Posted: May 29, 2013 in puisi
Tags: , , , , ,

Jalan itu sempat temaram

Nyaris nirsurya membenam asa

Segala daya seakan lebam

Tiada kata menyirat makna

 

Itu butuh interval masa

Memberi makna hati geram

Semua hendak dibumbu upaya

Tanpa berharap Khalik alam

 

Sejenak mentari menganggar hawa

Panas dibawa dalam suka

Jalan terasa enteng dikelana

Serasa tanah dalam kuasa

 

Sedikit yang mengerti asa

Kala berharap ke Pencipta

Sehasta sudahlah memadai

Jangan dipaksa hendak sedepa

 

Namun di balik nirwana

Setiap alpukah niscaya dirasa

Berjalan bersama lentera jiwa

Dibimbing sehasta melampau depa

 

Ragunan, Jakarta, 29 Mei 2013, 23.45

Niko Saripson P Simamora

Sore itu, langit cukup cerah dan cuaca pun bersahabat untuk keluar rumah (baca: kosan orang yang saya tumpangi 🙂 ). Setelah sepanjang hari mendekam di kosan untuk melawan rasa pusing di kepala dengan bantuan sebutir tablet mengandung paracetamol keluaran sebuah perusahaan farmasi yang berpusat di kota ini, Bandung. Udara di luar rumah terasa lebih segar, suasana terasa lebih hangat, pemandangan lebih menarik (tentu anda mengerti pemandangan seperti apa 🙂 ).

Perjalanan diawali dengan ketidakpastian arah tujuan. Tentu saja. Tidak ada perencanaan sebelumnya, namanya juga mau raun-raun alias seputaran alias jalan-jalan santai. Melewati Monumen Perjuangan, terasa ramai karena ada acara pameran bisnis. Sepintas timbul pemikiran untuk memulai bisnis, dimotivasi lagi dengan ada beberapa teman yang sudah merintis bisnis dan mulai berkembang. Pemikiran tersebut berlalu seiring langkah kaki beranjak menuju tempat lain.

Kali ini, kaki terhenti di kawasan hiburan pendidikan (terjemahan dari sebuah tempat di pagargunung). Buku. Ya, tempat itu dipenuhi buku, terutama buku-buku lama yang bila sepintas dilihat sangat menarik. Sangat menarik berarti setiap melihat satu buku timbul keinginan untuk membacanya, namun terpintas lagi buku lain, timbul lagi keinginan membaca, begitu seterusnya. Sangat menarik bukan?hehe. Tidak terasa sejam berlalu hanya berkutat di dinding buku(setiap dindingnya disandarkan lemari buku). Keinginan hati ingin meminjam banyak buku, namun setelah dipikir-pikir, belum tentu semua akan dibaca mengingat jadwal yang sudah tidak teratur alias serba dadakan.

Langkah kaki beranjak meninggalkan tempat itu berjalan menuju arah yang belum terpikirkan hingga tidak sengaja perhatianku tertuju kepada pedagang helm di tepi jalan yang sedang membenahi barang dagangannya untuk disimpan dalam sebuah mobil pengangkut barang berbak terbuka. Bukan orangnya yang menarik perhatianku, pun bukan mobil pengangkut barangnya, apalagi harga helmnya. Nah benar! Helmnya menarik perhatianku.

Ada berbagai macam jenis helm, dapat dibagi berdasarkan harganya, modelnya, kualitasnya, dan lain-lain (yang saya tidak tahu lagi). Saya memandang helm itu sebagai sebuah pola pikir. Ketika kita melihat-lihat helm mana yang menarik kita akan mencobanya sambil bercermin mungkin atau bertanya kepada penjualnya ataupun hanya merasa-rasakan kalau helm itu nyaman atau tidak. Terpikirkan olehku ketika kita juga mengadopsi pola pikir, kita akan memilah dan kemudian memilih mana yang cocok bagi diri kita. Yang menjadi perhatian adalah dari segi mana kita merasa nyaman dan cocok dengan “helm” (baca:pola pikir) tersebut.

Imajinasiku mengangkasa jauh menerawang ke area yang aku pun tidak mengerti kenapa bisa mengarah ke situ. Sambil menyentuh-nyentuh kepala, aku membayangkan sedang memakai “helm” siapa? “Helm” yang aku pakai sekarang masih standar kah atau sudah mulai tergerus pola-pola helm lain yang sejauh ini cukup mempengaruhiku. “Helm” dunia acapkali kugunakan ketika aku tahu bahwa ada “helm” ilahi yang standarnya paling tinggi melampaui semua standar “helm” yang ada di dunia. “Helm” ilahi itu memang kadang tidak menarik, tidak modis, warnanya norak, dsb. Tapi satu hal, “helm” itu paling kuat menjaga kepala agar tetap aman. Nah, sekarang helm siapa yang kau pakai? (sambil tunjuk hidung sendiri).

Bandung, 6 Mei 2013, 13.15

Niko Saripson P Simamora

Perut Jua Otak

Posted: May 5, 2013 in puisi
Tags: , ,

Aku menatap mentari di negeri ini
Menampang dari ufuk timur
Garang lagi gagah membawa kehangatan
Menyampaikan harapan besar kehidupan

Aku menatap mentari di negeri ini
Sepanjang hari sepanjang musim
Menampang rata segala area
Semua rasa diberi asa

Kau tatapkah negeri ini kawan?
Perut buminya membuncah melimpah
Disorot surya sepanjang masa
Kaya raya sepandangan mata

Rasa apakah yang kau kecap sahabat?
Hangat udara menyelimuti raga
Seumpama tanah surga
Semesta sudut dirundung damai

Tiada cukup menggambar dengan kata
Kegelisahan memang timbul meradang
Terkadang perut pun hanya terisi hawa
Seolah mustahil diisi ketela

Di timur negeri ini lambung terancam
Menuju ke barat benak disandera
Saatnya berderap langkah mantap
Memutar otak mengisi perut

Bandung, 5 Mei 2013, 23.40
Niko Saripson P Simamora

Ingin Kenalan

Posted: May 4, 2013 in humor
Tags: , , , ,

Gumarapus, seorang mahasiswa jurusan teknik sedang mengikuti sebuah acara pameran bisnis di Monumen Perjuangan Bandung. Bermodal sedikit pengetahuan untuk berkenalan dengan seorang cewek, dia pun ingin mempraktekkannya. Sejak datang, dia sudah memperhatikan seorang cewek yang antusias mengikuti acara pertunjukan di panggung yang disediakan panitia. Cantik dan cuma sendiri.

“Kesempatan bagus nih”, pikir Gumarapus.

“Mbak, sendiri aja nih?” tanya Gumarapus memulai percakapan.

“Iya,a’?” jawab si cewek.

“Punya obeng nggak, neng?” tanya Gumarapus mempraktekkan ilmu kenalan yang baru diketahuinya.

Harapan Gumarapus adalah si cewek tidak punya benda yang dimaksud, dengan seperti itu dia langsung bisa menyerang dengan jurus pamungkasnya.

“Ada a’,nih…”, jawab si Cewek sambil mengeluarkan sebuah obeng dari tasnya.

Kewalahan dengan respon si Cewek, Gumarapus memutar otak lagi untuk bertanya.

“Punya tang nggak?” tanya Gumarapus sambil berharap si cewek tidak punya barang yang dimaksud.

“Nih ada a’…”, jawab si Cewek sambil mengambil tang dari tasnya.

Gumarapus semakin kewalahan.

“Gila bener nih cewek, masa punya obeng sama tang”, pikir Gumarapus setengah tak percaya.

Gumarapus pun masih penasaran dan  mencoba lagi jurus yang belum terselesaikan dengan baik.

“Kalau millimeter sekrup punya nggak”, tanya Gumarapus mantap diikuti sebuah senyum keyakinan bahwa mustahil cewek secantik itu membawa millimeter sekrup di tasnya.

“Oh, ada nih…”, jawab si cewek dengan lebih yakin sambil mengeluarkan millimeter sekrup dari tasnya.

Gumarapus kehilangan akal. Dengan perasaan gugup, ia menerima millimeter sekrup dari tangan si cewek. Karena sudah tidak bisa berpikir lagi, Gumarapus pun mengambil jalan pintas dengan bertanya secara langsung hal yang sudah ia pikirkan sebelumnya.

“Kalau nomor handphone, punya nggak?” tanya  Gumarapus mengeluarkan jurus pamungkas agar ia bisa berkenalan dan menjalin hubungan dengan si cewek.

“Oh, nggak ada!” jawab si cewek mantap.

“#@$%^&*(&%#@!,” muka Gumarapus pun memerah.

 

Bandung, 4 Mei 2013, 22.26

Niko Saripson P Simamora